Senin, 30 Januari 2017

Cerita Pendek Fiksi


Malam
Karya : Siti Rachmawati Rahayu

Aku adalah salah satu pelajar di sebuah sekolah megah yang terletak di kota kembang yaitu Bandung. Sekolah megahku sering mendapatkan prestasi, sampai-sampai rak piala sekolahku sudah tidak bisa menampungnya. Letak sekolah Aku pun sangat strategis dan mudah untuk ditemui. Macam-macam organisasi pun ada di sekolahku, salah satunya OSIS. OSIS itu singkatan dari Organisasi Siswa Intra Sekolah. OSIS adalah salah satu organisasi sekolah yang Aku ikuti dan diorganisasi ini Aku pun menjabat sebagai ketua. Banyak siswa yang mengidam-idamkan diri mereka menjadi pengurus OSIS, tapi hanya orang-orang terpilih saja yang bisa ada dikepengurusan OSIS ini. Untuk menjadi pengurus OSIS pun tak mudah. Banyak sekali tantangan yang kami hadapi, seperti tes tulis seputar OSIS dan sekolah, tes tanggung jawab dan ada satu tes lagi yang ditakuti siswa yaitu tes mental. Tapi, bagiku tes mental sudah biasa Aku hadapi. Apalagi Aku yang sekarang menjabat sebagai ketua OSIS, dimarahi guru pun Aku sudah biasa. Nah, didalam organisasi ini Aku menemukan berbagai macam teman yang berbeda sikap, sifat dan wataknya. Susah diatur, keras kepala, tukang ngagandéngkeunalias orang yang suka ribut pun sudah biasa Aku hadapi. Jujur saja fisik Aku itu agak lemah, tapi Aku berpura-pura kuat disaat ada orang yang membutuhkanku. Badan ini pun rasanya sudah lelah menghadapi mereka, tapi apa daya Aku tak boleh mengecewakan kepercayaan orang yang sudah mempercayaiku. Karena, jika Aku sudah mengecewakan mereka yang mempercayaiku, Aku akan susah untuk mengembalikan kepercayaan  mereka lagi.
OSIS kepengurusanku ini mempunyai sebuah program kerja yaitu Gelar Seni. Ini bukanlah program kerja kecil, melainkan program kerja yang cukup besar untuk kalangan pelajar SMP. Hal yang pertama Aku pikirkan adalah dana untuk acara. Dana yang harus dikumpulkan oleh OSIS itu cukup banyak, karena sekolah hanya memberi sedikit dana untuk membantu kegiatan OSIS ini. Memang, OSIS pun bekerja sama dengan guru, tapi Aku pun tak mengerti mengapa mereka memberikan dana hanya sedikit. Sudah menjadi ketua OSIS, Aku pula yang dipercaya untuk menjadi ketua pelaksana. Huhhh…cape!!! Aku lelah!! Seharusnya mereka mengerti dengan kondisi fisikku yang mudah terserang penyakit karena kecapean. Tapi mau gimana lagi? Aku sudah dipercaya untuk menjadi ketua pelaksana acara ini. Lagipula ini pun acara yang akan diselenggarakan oleh organisasi Aku juga, tak apalah Aku korbankan ragaku untuk membantu persiapan acara ini.
Hari pertama Aku membentuk kepanitiaan bersama pengurus inti OSIS, hari itu pula mereka sudah mulai bekerja. Hari demi hari diisi dengan persiapan menuju acara Gelar Seni. Tibalah H-7 atau bisa disebut juga 1 minggu lagi sebelum acara. Dana yang dikumpulkan pun masih kurang RP 1.000.000,- lagi. Aku pun mulai berfikir, Bagaimana caranya ya agar Aku bisa menutupi kekurangan dana itu? “Ahaa! Aku tau! Bagaimana kalau kita minta dana sukarela saja? Kalau masih kurang, OSIS bisa menyumbangkan sedikit dana dari uang kas OSIS. Bagaimana teman?” kataku pada tim inti OSIS. Mereka semua pun setuju dan kami pun melakukan cara-cara dari ideku tersebut. Dan akhirnya dana yang terkumpul sudah lebih dari cukup. Lega sekali rasanya telah mendengar hal itu, setidaknya bisa mengurangi beban pikiranku terhadap acara ini.
Semua persiapan hampir sempurna, dan tibalah H-1 sebelum acara. Badanku sudah mulai merasakan panas, pusing dan kalau kata orang sunda sih namanya teu pararuguh rarasaan. Tapi, Aku harus memaksakan fisikku ini yang harus rela bertahan di sekolah sampai malam. Siang, sore telah dilewati dan tibalah malam hari. Sebenarnya sih Aku takut masih di sekolah saat malam hari. Mungkin karena sekolahku cukup luas dan ditambah lagi dengan beberapa cerita mistis yang pernah Aku dengar dari sekolahku ini yang membuatku semakin merinding.
Pukul 8 malam Aku masih membuat beberapa dekorasi kecil yang sebelumnya belum sempat dibuat sekaligus menempelkannya langsung. Dari lapang bawah terdengar suara guru memanggil “aya budak OSIS teu diluhur? Mun aya kahandap sakedap bantuan bapak!”. Rasa-rasanya Aku hafal dengan suara itu. Ya! Pak Ahmad guru fisika kelas IX di sekolahku. Aku yang mendengar itu langsung berlari kebawah. Setelah sampai di bawah, kok Aku tak melihat Pak Ahmad. “Kemana perginya Pak Ahmad? Oh mungkin dia sedang keluar untuk membeli makanan” kataku dalam hati sambil ber positif thinking. Aku pun berlari lagi keatas untuk menyelesaikan tugasku lagi. Melihat teman-temanku ada yang sudah dijemput, ada yang pulang ke rumah dulu karena akan menginap dan ada yang sudah balik lagi ke sekolah karena akan menginap. Sedangkan Aku? Aku belum pulang sama sekali ke rumah. Badanku sudah kucel ingin mandi, perutku sudah memanggil minta makan dan ragaku sudah lelah memintaku untuk tidur.
Yeay! Akhirnya tugasku sudah selesai dan Aku sudah diperbolehkan untuk pulang. Saatku lirik jam tangan, jam sudah menunjukan pukul 9 malam. Aku segera berpamitan untuk pulang. Dalam perjalanan pulang ke rumah, Aku hanya menaiki 1 angkot. Benar saja dugaanku, bakal dikit angkot yang masih jalan. Saat Aku keluar gerbang, jalan raya tidak terlalu ramai. Hanya saja Aku tak melihat 1 angkot pun yang menuju kearah rumahku. Sekitar 2 menit Aku menunggu, akhirnya Aku menemukan 1 angkot yang Aku inginkan. Tapi, pengemudinya bisa dibilang sudah tua dan penumpangnya pun semua lelaki berbadan tinggi, gemuk dan berotot. Melihatnya saja Aku sudah takut, apalagi masuk ke angkot itu. Tapi, tak apalah Aku naik angkot ini daripada nanti Aku tak bisa pulang karena tak ada angkot lagi.
Meskipun Aku hanya menaiki 1 angkot, tetapi perjalanannya lumayan jauh. Ditengah perjalanan sambil menikmati segarnya angin malam, Aku iseng membuka handphoneku dan ternyata ada pesan dari mamah. Aku sempat kaget membacanya karena mamah malam ini tidak akan pulang karena masih banyak tugas di kantor. Sudah mamah gabakal pulang, ini di angkot cowo semua, serem lagi mukanya. Saat Aku melirik kearah salah satu lelaki itu, ternyata lelaki itupun melihatku dan mengedip genit kepadaku. Seketika Aku langsung merinding sekaligus ingin ketawa melihat mata dia yang bisa dibilang pétét. Entah itu disebabkan karena bintit atau bukan, yang jelas Aku tak peduli.
“Hah? Dimana aku berada?” kataku setelah Aku bangun dari mimpi. Ternyata tadi Aku tertidur di angkot. Dan saatku melihat ke jendela angkot, sudah agak dekat Aku menuju rumah. Tapi, perasaanku menunjukan ada yang aneh dengan angkot ini. Eh iya, Kemana supirnya? Kok ga ada sih? Tapi, kok ini angkot bisa maju sendiri tanpa ada supir? Seketika bulu kudukku kembali berdiri dan Aku langsung berteriak meminta pertolongan kepada siapa saja yang mendengar. Tiba-tiba angkot pun menambah kecepatannya dan membuat angkot ini berjalan semakin kencang. Aku pun menambah volume suaraku untuk meminta pertolongan. Tiba-tiba Aku mendengar suara orang dari arah belakang angkot. Dan berkata “Néng, tong gégéréwékan waé atuh pan gandéng, cik atuh karunya ka anu keur saré. Bantuan Amangngadorong yeuh mobilna mogok”. Rasa takut pun langsung hilang dan diganti dengan rasa ingin ketawa mendengar perkataan Amang supir angkot. Karena Aku kasihan melihat Amang supir mendorong sendirian, Aku pun membantunya untuk mendorong mobil angkot mogok ini. Untung saja jarak dari angkot ke rumahku sudah dekat. Jadi, Aku sudah agak lega karena ingin cepat-cepat beristirahat.
Setelah turun dari angkot dan meneruskannya berjalan menuju rumah, Aku merasakan ada yang mengikutiku dari belakang. Jujur, Aku takut sekali karena ini sudah malam dan disitu Aku hanya berjalan seorang diri. Bulu kudukku lagi dan lagi berdiri dan kali ini disertai dengan degupan jantungku yang begitu cepat. Aku ingin mengalihkan pandanganku kebelakang tapi rasa ragu dan takut sudah bercampur aduk di dalam hatiku. Tapi, diriku ini diselimuti rasa penasaran dan akhirnya Aku memberanikan diri untuk berbalik ke belakang. Kaget sekali saat melihat ada orang berpakaian serba hitam dan membawa benda tajam yang mengerikan. Aku langsung berlari secepat yang Aku bisa. Masalahnya ini taruhannya dengan nyawaku yang sekarang sedang terancam. Saat aku menoleh kebelakang, ternyata dia pun berlari dan sekarang berada tepat di belakangku. Dia pun mengangkat benda tajamnya dan menancapkan pada punggungku. Dan dari situ Aku sudah tak sadarkan diri lagi.

Keesokan harinya, Aku sudah berada di Rumah Sakit bersama mamah di sampingku dan kepalaku sudah dibalut perban. Aku teringat dengan acara Gelar Seni yang diadakan oleh OSIS di sekolahku. Tapi, Aku sulit sekali bergerak dan kalaupun bergerak rasanya sakit sekali. Aku berusaha mengingat ada apa sih dengan kejadian semalam. Aku ingat bahwa ada orang berjubah hitam menancapkan sesuatu pada punggungku dan mamah bilang Aku ditemukan dalam keadaan berceceran darah dimana-mana. Mamahku kira Aku sudah tewas atas kejadian semalam. Tapi, syukurlah Allah swt masih memberiku umur sampai saat ini kepadaku. Sejak kejadian malam kemarin, Aku tak berani pulang malam lagi dan mamah pun janji tak akan membiarkanku untuk pulang sendirian lagi jika sudah lebih dari jam 4 sore.
Share:

0 komentar:

Posting Komentar