Karya : Siti Rachmawati Rahayu
Aku adalah salah satu
pelajar di sebuah sekolah megah yang terletak di kota kembang yaitu Bandung.
Sekolah megahku sering mendapatkan prestasi, sampai-sampai rak piala sekolahku
sudah tidak bisa menampungnya. Letak sekolah Aku pun sangat strategis dan mudah
untuk ditemui. Macam-macam organisasi pun ada di sekolahku, salah satunya OSIS.
OSIS itu singkatan dari Organisasi Siswa Intra Sekolah. OSIS adalah salah satu
organisasi sekolah yang Aku ikuti dan diorganisasi ini Aku pun menjabat sebagai
ketua. Banyak siswa yang mengidam-idamkan diri mereka menjadi pengurus OSIS,
tapi hanya orang-orang terpilih saja yang bisa ada dikepengurusan OSIS ini.
Untuk menjadi pengurus OSIS pun tak mudah. Banyak sekali tantangan yang kami hadapi,
seperti tes tulis seputar OSIS dan sekolah, tes tanggung jawab dan ada satu tes
lagi yang ditakuti siswa yaitu tes mental. Tapi, bagiku tes mental sudah biasa
Aku hadapi. Apalagi Aku yang sekarang menjabat sebagai ketua OSIS, dimarahi
guru pun Aku sudah biasa. Nah, didalam organisasi ini Aku menemukan berbagai
macam teman yang berbeda sikap, sifat dan wataknya. Susah diatur, keras kepala,
tukang ngagandéngkeunalias orang yang
suka ribut pun sudah biasa Aku hadapi. Jujur saja fisik Aku itu agak lemah,
tapi Aku berpura-pura kuat disaat ada orang yang membutuhkanku. Badan ini pun
rasanya sudah lelah menghadapi mereka, tapi apa daya Aku tak boleh mengecewakan
kepercayaan orang yang sudah mempercayaiku. Karena, jika Aku sudah mengecewakan
mereka yang mempercayaiku, Aku akan susah untuk mengembalikan kepercayaan mereka lagi.
OSIS kepengurusanku ini
mempunyai sebuah program kerja yaitu Gelar Seni. Ini bukanlah program kerja
kecil, melainkan program kerja yang cukup besar untuk kalangan pelajar SMP. Hal
yang pertama Aku pikirkan adalah dana untuk acara. Dana yang harus dikumpulkan
oleh OSIS itu cukup banyak, karena sekolah hanya memberi sedikit dana untuk
membantu kegiatan OSIS ini. Memang, OSIS pun bekerja sama dengan guru, tapi Aku
pun tak mengerti mengapa mereka memberikan dana hanya sedikit. Sudah menjadi
ketua OSIS, Aku pula yang dipercaya untuk menjadi ketua pelaksana.
Huhhh…cape!!! Aku lelah!! Seharusnya mereka mengerti dengan kondisi fisikku
yang mudah terserang penyakit karena kecapean. Tapi mau gimana lagi? Aku sudah
dipercaya untuk menjadi ketua pelaksana acara ini. Lagipula ini pun acara yang
akan diselenggarakan oleh organisasi Aku juga, tak apalah Aku korbankan ragaku
untuk membantu persiapan acara ini.
Hari pertama Aku membentuk
kepanitiaan bersama pengurus inti OSIS, hari itu pula mereka sudah mulai
bekerja. Hari demi hari diisi dengan persiapan menuju acara Gelar Seni. Tibalah
H-7 atau bisa disebut juga 1 minggu lagi sebelum acara. Dana yang dikumpulkan
pun masih kurang RP 1.000.000,- lagi. Aku pun mulai berfikir, Bagaimana caranya
ya agar Aku bisa menutupi kekurangan dana itu? “Ahaa! Aku tau! Bagaimana kalau
kita minta dana sukarela saja? Kalau masih kurang, OSIS bisa menyumbangkan
sedikit dana dari uang kas OSIS. Bagaimana teman?” kataku pada tim inti OSIS.
Mereka semua pun setuju dan kami pun melakukan cara-cara dari ideku tersebut. Dan
akhirnya dana yang terkumpul sudah lebih dari cukup. Lega sekali rasanya telah
mendengar hal itu, setidaknya bisa mengurangi beban pikiranku terhadap acara
ini.
Semua persiapan hampir
sempurna, dan tibalah H-1 sebelum acara. Badanku sudah mulai merasakan panas,
pusing dan kalau kata orang sunda sih namanya teu pararuguh rarasaan. Tapi, Aku harus memaksakan fisikku ini yang
harus rela bertahan di sekolah sampai malam. Siang, sore telah dilewati dan
tibalah malam hari. Sebenarnya sih Aku takut masih di sekolah saat malam hari.
Mungkin karena sekolahku cukup luas dan ditambah lagi dengan beberapa cerita
mistis yang pernah Aku dengar dari sekolahku ini yang membuatku semakin
merinding.
Pukul 8 malam Aku masih
membuat beberapa dekorasi kecil yang sebelumnya belum sempat dibuat sekaligus
menempelkannya langsung. Dari lapang bawah terdengar suara guru memanggil “aya budak OSIS teu diluhur? Mun aya kahandap
sakedap bantuan bapak!”. Rasa-rasanya Aku hafal dengan suara itu. Ya! Pak
Ahmad guru fisika kelas IX di sekolahku. Aku yang mendengar itu langsung
berlari kebawah. Setelah sampai di bawah, kok Aku tak melihat Pak Ahmad.
“Kemana perginya Pak Ahmad? Oh mungkin dia sedang keluar untuk membeli makanan”
kataku dalam hati sambil ber positif thinking.
Aku pun berlari lagi keatas untuk menyelesaikan tugasku lagi. Melihat
teman-temanku ada yang sudah dijemput, ada yang pulang ke rumah dulu karena
akan menginap dan ada yang sudah balik lagi ke sekolah karena akan menginap.
Sedangkan Aku? Aku belum pulang sama sekali ke rumah. Badanku sudah kucel ingin
mandi, perutku sudah memanggil minta makan dan ragaku sudah lelah memintaku
untuk tidur.
Yeay! Akhirnya tugasku
sudah selesai dan Aku sudah diperbolehkan untuk pulang. Saatku lirik jam
tangan, jam sudah menunjukan pukul 9 malam. Aku segera berpamitan untuk pulang.
Dalam perjalanan pulang ke rumah, Aku hanya menaiki 1 angkot. Benar saja
dugaanku, bakal dikit angkot yang masih jalan. Saat Aku keluar gerbang, jalan
raya tidak terlalu ramai. Hanya saja Aku tak melihat 1 angkot pun yang menuju
kearah rumahku. Sekitar 2 menit Aku menunggu, akhirnya Aku menemukan 1 angkot
yang Aku inginkan. Tapi, pengemudinya bisa dibilang sudah tua dan penumpangnya
pun semua lelaki berbadan tinggi, gemuk dan berotot. Melihatnya saja Aku sudah
takut, apalagi masuk ke angkot itu. Tapi, tak apalah Aku naik angkot ini daripada
nanti Aku tak bisa pulang karena tak ada angkot lagi.
Meskipun Aku hanya menaiki
1 angkot, tetapi perjalanannya lumayan jauh. Ditengah perjalanan sambil
menikmati segarnya angin malam, Aku iseng membuka handphoneku dan ternyata ada pesan dari mamah. Aku sempat kaget
membacanya karena mamah malam ini tidak akan pulang karena masih banyak tugas
di kantor. Sudah mamah gabakal pulang, ini di angkot cowo semua, serem lagi
mukanya. Saat Aku melirik kearah salah satu lelaki itu, ternyata lelaki itupun
melihatku dan mengedip genit kepadaku. Seketika Aku langsung merinding
sekaligus ingin ketawa melihat mata dia yang bisa dibilang pétét. Entah itu disebabkan karena bintit atau bukan, yang jelas
Aku tak peduli.
“Hah? Dimana aku berada?”
kataku setelah Aku bangun dari mimpi. Ternyata tadi Aku tertidur di angkot. Dan
saatku melihat ke jendela angkot, sudah agak dekat Aku menuju rumah. Tapi,
perasaanku menunjukan ada yang aneh dengan angkot ini. Eh iya, Kemana supirnya?
Kok ga ada sih? Tapi, kok ini angkot bisa maju sendiri tanpa ada supir?
Seketika bulu kudukku kembali berdiri dan Aku langsung berteriak meminta
pertolongan kepada siapa saja yang mendengar. Tiba-tiba angkot pun menambah
kecepatannya dan membuat angkot ini berjalan semakin kencang. Aku pun menambah
volume suaraku untuk meminta pertolongan. Tiba-tiba Aku mendengar suara orang
dari arah belakang angkot. Dan berkata “Néng,
tong gégéréwékan waé atuh pan gandéng, cik atuh karunya ka anu keur saré.
Bantuan Amangngadorong yeuh mobilna mogok”. Rasa takut pun langsung hilang
dan diganti dengan rasa ingin ketawa mendengar perkataan Amang supir angkot. Karena Aku kasihan melihat Amang supir mendorong sendirian, Aku
pun membantunya untuk mendorong mobil angkot mogok ini. Untung saja jarak dari
angkot ke rumahku sudah dekat. Jadi, Aku sudah agak lega karena ingin
cepat-cepat beristirahat.
Setelah turun dari angkot
dan meneruskannya berjalan menuju rumah, Aku merasakan ada yang mengikutiku
dari belakang. Jujur, Aku takut sekali karena ini sudah malam dan disitu Aku
hanya berjalan seorang diri. Bulu kudukku lagi dan lagi berdiri dan kali ini
disertai dengan degupan jantungku yang begitu cepat. Aku ingin mengalihkan
pandanganku kebelakang tapi rasa ragu dan takut sudah bercampur aduk di dalam
hatiku. Tapi, diriku ini diselimuti rasa penasaran dan akhirnya Aku
memberanikan diri untuk berbalik ke belakang. Kaget sekali saat melihat ada
orang berpakaian serba hitam dan membawa benda tajam yang mengerikan. Aku
langsung berlari secepat yang Aku bisa. Masalahnya ini taruhannya dengan
nyawaku yang sekarang sedang terancam. Saat aku menoleh kebelakang, ternyata
dia pun berlari dan sekarang berada tepat di belakangku. Dia pun mengangkat
benda tajamnya dan menancapkan pada punggungku. Dan dari situ Aku sudah tak
sadarkan diri lagi.
Keesokan harinya, Aku
sudah berada di Rumah Sakit bersama mamah di sampingku dan kepalaku sudah
dibalut perban. Aku teringat dengan acara Gelar Seni yang diadakan oleh OSIS di
sekolahku. Tapi, Aku sulit sekali bergerak dan kalaupun bergerak rasanya sakit
sekali. Aku berusaha mengingat ada apa sih dengan kejadian semalam. Aku ingat
bahwa ada orang berjubah hitam menancapkan sesuatu pada punggungku dan mamah
bilang Aku ditemukan dalam keadaan berceceran darah dimana-mana. Mamahku kira
Aku sudah tewas atas kejadian semalam. Tapi, syukurlah Allah swt masih
memberiku umur sampai saat ini kepadaku. Sejak kejadian malam kemarin, Aku tak
berani pulang malam lagi dan mamah pun janji tak akan membiarkanku untuk pulang
sendirian lagi jika sudah lebih dari jam 4 sore.